Guru seringkali menjadi aktris publik. Segala sesuatu yang berkaitan dengan profesinya tak pernah luput dari pandangan khalayak ramai. Seakan-akan hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari yang apabila absen maka lesu rasanya.
Seperti yang terjadi di salah satu SD, ada seorang guru melakukan malapraktik mengajar dalam proses belajar mengajar. Dia memberi hukuman kepada anak didiknya dengan cara memberi makan sampah. Tentu hal tersebut menggemparkan seisi negeri. Mengapa demikian? Sekolah yang harusnya menjadi tempat mendidik malah menjadi tempat hal yang tak seharusnya terjadi.
Kasus tersebut merupakan salah satu kasus dari sekian banyak problem guru di Indonesia. Ada banyak faktor yang menyebabkan kasus tersebut terjadi yaitu, kurangnya guru memahami cara pelaksanaan hukuman, kurangnya guru dalam mengendalikan emosi, dan kurangnya keprofesionalan guru dalam melaksanakan tugas. Kurangnya guru dalam memahami cara pelaksanaan hukuman tentu akan berpengaruh pada terealisasinya hukuman tersebut.
Cara memberikan hukuman kepada peserta didikn tentu tidak bisa semudah yang kita baynagkan, namun harus memenuhi kriteria yaitu hukuman hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, hukuman harus mempunyai nilai mendidik, hukuman tidak bersifat mengancam, tidak memberikan hukuman saat marah, dan hukuman tidak melukai fisik.
Ketika guru memberikan hukuman pada saat ada masalah pribadi di rumah misalnya, tentu akan memberi hukuman dianggap sebagai upaya ‘pelapisan’ yang membuat kemarahanya tersalurkan. Berbeda ketika guru memberikan hukuman dengan tujuan memberi dan memahamkan nilai kepada anak, pastinya guru akan memberikan hukuman yang mendidik sehingga anak akan sadar dan berusaha berubah menjadi lebih baik.
Kurangnya guru dalam mengendalikan emosi akan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Guru yang baik adalah guru yang pandai mengendalikan emosi. Sebagai guru tentunya harus memahami bagaimana perkembangan peserta didik khususnya jenjang sekolah dasar, sehingga guru tak serta merta memberi label “nakal” pada anak yang terlalu aktif. Ketika ada anak yang sedikit menyimpang dari pembelajaran, guru menasehati bukan malah memberi hukuman yang memuaskan emosi.
Kurangnya keprofesioanalan guru dalam menjalankan tugasnya akan menghambat pada proses pembelajaran. Ada ungkapan menyatakan “Jika ada masalah di rumah, kemudian akan berangkat kerja maka simpanlah dulu masalahnya di pagar rumah. Pun jika ada masalah di tempat kerja, kemudian akan pulang ke rumah, maka simpanlah dulu masalahnya di pagar kantor” begitulah gambaran sederhana tentang keprofesionalan dengan cara tak mencampur adukkan masalah yang satu dengan yang lainnya.
Ketika guru tidak profesional dan mendapat masalah di rumah, maka ia akan membawanya ke sekolah dan melampiaskan kepada anak-anak yang tak bersalah. Pada saat anak didik melakukan kesalahan, guru akan lekas memberi hukuman seolah-olah mendapat ruang untuk melampiaskan kekesalannya. Guru profesional, dia tak lekas membawa masalah di luar ke sekolah karena keduanya merupakan dua hal berbeda yang tak patut disatukan.
Masalah tersebut akan terus berulang apabila terus dibiarkan, sehingga diperlukan solusi tepat untuk mencegah kasus tersebut terulang kembali. Solusi yang tepat, yaitu guru harus lebih memahami tentang konsep hukuman dalam dunia pendidikan sehingga tidak terjadi lagi malapraktik dalam pemberian hukuman, guru harus lebih pandai dalam mengendalikan emosi, sehingga pembelajaran akan penuh dengan kasih sayang dan terasa lebih menyenangkan, guru harus lebih profesional dalam menjalankan tugasnya, dan guru harus bersih hatinya,
Dari keempat solusi tersebut ada hal yang paling utama, yaitu guru harus bersih hatinya. Dengan kebersihan hati maka segala perilaku akan baik pula. Dalam sebuah hadits rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal darah. Jika baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati” (H.R Bukari dan Muslim)

Hati merupakan roda penggerak tubuh manusia, maka ketika hatinya baik akan terealisasi dalam sikap yang baik pula. Solusi utama untuk membersihkan hati adalah senantiasa berdzikir (mengingat) Allah SWT dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun keadaannya. Sehingga setiap perilaku yang keluar hanya akan ada perilaku yang baik.
*Penulis, Ami Hamidah (Mahasiswa PGMI)
*Admin-Aljoes